Aula Rumah Jabatan Bupati Sikka menjadi saksi pementasan monolog bertajuk “Universitas Liliba”, yang berlangsung di Aula Rujab Bupati Sikka, 22 Mei 2025.5.26
Universitas Liliba merupakan sebuah pertunjukan teater dari komunitas Orang-Orang Kerumunan yang mengangkat isu kesehatan mental, tekanan sosial, serta problem budaya yang dialami mahasiswa, khususnya perempuan.
Karya ini menyuarakan kegelisahan generasi muda yang terjebak dalam sistem nilai yang tak memberi ruang untuk memilih jalan hidup mereka sendiri.
Dibuka dengan teriakan puisi, pertunjukan ini langsung mengajak penonton masuk ke dalam ruang batin tokoh utama bernama Lili.
Mahasiswi jurusan kesehatan ini digambarkan sebagai sosok anak sulung yang memikul banyak harapan dari keluarga. Ia hidup di tengah ekspektasi menjadi perawat, profesi yang dianggap mulia dan aman, namun jauh dari panggilan jiwanya yang ingin menjadi penulis.
Di sisi lain, pacarnya yang bernama Natus merupakan representasi dari hubungan yang tampak mendukung tapi justru tidak memberi ruang untuk tumbuh.
Sepanjang monolog, Lili menampilkan berbagai ekspresi emosional—tertawa, menangis, jeritan. Ekspresi ini mencerminkan pergolakan batin akibat tekanan struktural; orang tua yang menuntut, budaya yang membentuk peran perempuan sebagai simbol kehormatan, dan masyarakat yang membatasi pilihan hidup seseorang.
Dalam salah satu adegan, Lili menyampaikan kritik tajam terhadap nilai budaya yang membungkam perempuan: “Perempuan diajarkan setia pada nilai yang tidak mereka pilih. Budaya seharusnya hidup dan tumbuh bersama kesadaran manusia, bukan menjadi batu nisan.”
Puncak pertunjukan terjadi saat Lili melepaskan satu per satu lapisan pakaiannya, bukan sebagai bentuk provokasi, tetapi sebagai simbol pelepasan identitas yang dipaksakan kepadanya sejak kecil. Ia bernyanyi dalam keheningan yang getir, dengan tatapan kosong yang sarat makna.
Pertunjukan ini mengajak audiens untuk melihat bunuh diri tidak selalu berangkat dari kondisi personal semata, melainkan juga dari akumulasi tekanan sosial, ekonomi, budaya, dan ketimpangan relasi yang terus menekan individu secara perlahan.
Dengan durasi kurang lebih satu jam, “Universitas Liliba” berhasil menyampaikan pesan yang kuat dan menyentuh.
Melalui narasi yang tegas dan performa emosional yang mendalam, pertunjukan ini menjadi cermin bagi semua pihak—baik orang tua, pendidik, maupun pengambil kebijakan—untuk lebih peka terhadap suara generasi muda.
Pertunjukan ini diharapkan menjadi awal dari diskusi yang lebih luas tentang pentingnya menyediakan ruang aman, suportif, dan manusiawi dalam dunia pendidikan dan kehidupan sosial secara umum.