Pertunjukan Universitas Liliba merupakan bagian dari serpihan perjalanan mengeja peristiwa-peristwa sosial yang terjadi di tengah masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya bagi para korban bunuh diri.
Bunuh diri serupa selaput puitik yang tenggelam di tengah samudera yang kehilangan lautan kepedulian. Sebagian masyarakat menganggap bahwa bunuh diri adalah ranjang pilihan, tubuh telanjang dari bilik nasib yang jauh dari jubah-jubah kemanusiaan.
Naskah yang ditulis oleh Ama Radja, dan disutradari Kristo Muliagan Robot seperti sebuah pahatan daging yang cukup estetik di tengah cuaca yang murung di Maumere.
Pertunjukan ini terjadi pada tanggal 22 Mei 2025, pada acara Festival Maumerelogia 5 di Aula Rujab Bupati Sikka, tepat di tengah rayuan langkah kaki para penutur igauan yang pudar menemani mimpi malam.
“Universitas Liliba adalah nostalgia luka yang telah lama dilupakan, disembunyikan, bahkan dijauhi dari pelukan banyak orang. Kami berharap bahwa pertunjukan ini tidak hanya sebagai sebuah tontonan, tapi sebagai tuntunan,” tegas Kristo Muliagan Robot sebagai sutradara dalam pertunjukan ini.
Olland Prawine dan Ama Radja menjadi bentuk dekonstruksi teks yang membawa lapisan tafsiran bagi tumpukan isu politik para penyitas bunuh diri.
Bunuh diri tidak seperti melepaskan birahi pada mulut keramaian, setiap korban menganyam diam, kesedihan bagi mereka serupa ciuman paling muram, berbagi cerita seperti matahari yang pulang dari pundak pelabuhan tanpa senyum.
“Bagi saya, memerankan Lili itu seperti membaca kembali catatan masa kecil di garasi waktu. Seorang Perempuan yang kehilangan banyak hal sejak ia dilahirkan. Jauh dari potret kebebasan, Pendidikan yang penuh dengan irisan tendensi orang lain, kebudayaan yang begitu mesra menenun hegemoninya pada perempuan, juga kekhwatiran yang dilampinkgan pada yubilium hak hidup dan memilih tumbuh seorang perempuan,” kata Nitha Doko yang berperan sebagai Lili dalam pertunjukan ‘Universitas Liliba’
Pertunjukan ‘Universitas Liliba’ mengembalikan arti dan makna yang telah lama tergusur di hati manusia.
Komunitas Orang-Orang Kerumunan seperti sedang membaptis kembali memori kolektif masyarakat Nusa Tenggara Timur bahwa persoalan bunuh diri bukan pilihan atau keinginan dari para korban tanpa sebuah alasan.
Lokus jembatan Liliba menjadi sentuhan seksi yang cukup tegas, memperkuat satire di setiap adegan yang tidak dapat disuapi dengan cicilan pemahaman konseptual.
Di akhir pertunjukan ‘Universitas Liliba’ yang disajikan Komunitas Orang-Orang Kerumunan meninggalkan getaran yang cukup tenang bagi para penonton yang datang malam itu.
Kota Maumere sepereti puisi yang baru saja berjanjian dengan diksinya. Penonton diminta untuk tidak mengurung diri, menangis sendiri, bersujud pada altar kesedihan tanpa arti, setiap depresi pasti punya jalan yang harus dimaknai, dan itu dikirim lewat surat-surat para korban bunuh diri sebelum mereka pergi.
Penulis: King Ama