Cerita di Balik Lagu ‘Jalan Berlubang’ Karya Papache

Di sepanjang riwayatnya sebagai musisi, Johanes Edwin Bustami alias Papache (1969-2015) telah menelurkan lebih dari seratus lagu. Salah satu lagu yang terkenal adalah Jalan Berlubang, ada di dalam album Terminal 5. Jalan Berlubang langsung menjadi hits sejak rilis beberapa dekade lalu.

Lagu ini bercerita tentang kesulitan warga kalau pulang ke kampung dengan kendaraan bus kayu (transportasi umum di Flores yang dimodifikasi dengan sasis truk). Di dalamnya, penumpang duduk berdesak-desakkan berjam-jam, melintasi jalan-jalan berlubang yang bisa mengoyak lambung para penumpang.

Papache mengubah ‘jalan dukacita’ itu menjadi perjalanan penuh sukacita. Guncangan-guncangan akibat jalan buruk malah jadi berkah karena bisa berdempet-dempetan dengan nona cantik di samping bangku kiri, hingga akhirnya kenalan.

Terima kasih jalan berlubang/karena kamu kami duduk dempet

Terima kasih jalan berlubang/karena kamu kami bisa kenalan

Jalan Berlubang menunjukkan betapa luas imajinasi penyanyi kelahiran Nele ini. Syairnya terdengar jenaka. Musiknya ceria. Namun, siapa sangka kalau jalan berlubang itu berubah menjadi berkat karena bisa berkenalan dengan perempuan idaman. Itu hanya ada dalam benak Papache.

Masih segar dalam ingatan Lid Raga, istri Papache, cerita di balik lagu legendaris ini.

Ketika Lid masih bekerja di Yayasan Sosial Pengembangan Masyarakat (Yaspem) Maumere, ada seorang bule Jerman yang magang di Yaspem. Bersama perempuan bule itu, mereka jalan-jalan ke wilayah Koro, Kecamatan Magepanda. Perjalanan ini kemudian menginspirasi Papache menciptakan sebuah lagu yang berkisah tentang rame rame naik oto pulang kampung.

Sesampainya di rumah, Papache segera mencurahkan energinya untuk menggarap lirik, hasil dari pengamatannya selama perjalanan singkat itu. Liriknya tuntas, tetapi kemudian Papache kehabisan ide untuk menambahkan judul pada lagu baru tersebut. Apa judul yang cocok, tanya Papache kepada istrinya.

“Jalan berlubang,” jawab Lid menyambut pertanyaan suaminya. Maka jadilah Jalan Berlubang yang tenar sampai hari ini.

Banyak judul lagu yang diciptakan juga datang dari ide sang istri. Salah satunya Jalan Berlubang.

Kisah ini diungkap Lid saat Tim Maumerelogia 5 dari Komunitas KAHE berkunjung ke rumahnya dan berdoa di makam Papache, Senin, 21 April 2025.

Direktur Maumerelogia, Eka Putra Nggalu, pada kesempatan itu menyampaikan, lagu Jalan Berlubang menjadi inspirasi dari kuratorial Maumerelogia 5.

Disampaikan pula, lima lagu Papache sedang di-remake—sampling oleh Cru Father Said (CFS) dan akan dipresentasikan dalam pertunjukan ‘Melodi Kota’ saat Festival Maumerelogia 5 berlangsung. Tiga personel CFS: Bianca da Silva, Dixxxie dan Arieston FX juga hadir menyampaikan rencana proyek musik mereka tersebut.

Lid Raga berterima kasih kepada Komunitas KAHE dan menyambut baik inisiatif-inisiatif yang akan berlangsung dalam Maumerelogia 5, terutama tribute untuk Papache.

Di hadapan Tim Maumerelogia, dia bercerita lugas tentang perjalanan mendiang suaminya dalam dunia tarik suara, suka-duka hidup sebagai istri seorang musisi di Maumere, dan hari-hari terakhir menjelang kematian Papache.

Studio rekaman sederhana, koleksi kaset pita, Compact Disc (CD), kertas-kertas berisi coretan lirik, dan alat musik masih terawat baik di tangan Lid Raga dan dua orang anaknya, Tian Vivaldi (22) dan Chellyn Grun (18).

Papache itu seorang multi-instrumentalis, penyanyi, dan produser musik yang gemar musik klasik. Sewaktu si sulung Tian masih balita, Papache sering membawanya ke studio rekaman, menidurkannya dengan iringan melodi lagu-lagu klasik.

Orang tua Papache, Thomas Arnoldus (alm) dan Margaretha Makrina (almh), berasal dari Nele. Menurut Lid, Papache mewarisi bakat seni dari ibunya. Sementara ayahnya merupakan seorang guru yang lama bertugas di Kecamatan Nita, tempat Papache menghabiskan masa kanak-kanaknya.

Penyanyi kelahiran 2 Maret 1969 ini pernah mengenyam pendidikan di SMAK Syuradikara Ende. Dari kota Pancasila inilah Papache menemukan panggilan jiwa sebagai musisi, keputusan yang sebetulnya bertentangan dengan keinginan orang tuanya yang menghendaki dia bekerja sebagai pegawai. Tapi, Papache tetap berpegang teguh pada suara hatinya. Dia mulai menulis lagu dan masuk studio rekaman. Enam edisi album Terminal pun lahir. Lalu sisanya adalah sejarah.

Papache tergolong musisi yang produktif berkarya. Inspirasi menciptakan lagu datang dari pengamatan atau pengalamannya sehari-hari: Dari dalam dapur rumah, jalan raya, terminal, rumah tetangga, atau di bawah pohon tuak. Kreativitasnya tak pernah habis.

Terkadang Lid mendengar Papache mendengungkan nada-nada yang nantinya diolah menjadi lagu. Itulah sebabnya, pencipta lagu Rindu Setengah Mati ini banyak menghabiskan waktu di studio rekaman.

“Bisa berhari-hari tidak mandi kalau sudah di studio rekaman. Yang penting ada kopi,” kenang Lid tersenyum.

Jingle-jingle yang Papache ciptakan di Radio Rogate juga lahir dari celetukan-celetukan yang dia dengar dalam keseharian.

Sebagai seorang istri yang juga bekerja formal, Lid Raga sangat mendukung profesi Papache sebagai musisi.

Di kala kedua anak mereka masih kecil, Papache mengambil peran mengasuh anak sambil bekerja di studio rekaman. Lid mengakui rezeki keluarga kecil mereka juga datang dari musik.

Di pengujung hayat, Papache sempat menciptakan sebuah lagu untuk kedua anaknya tercinta. Video klipnya sudah ada. Sayang seribu sayang, sebelum lagu itu direkam, Papache meninggal dunia pada 13 Maret 2015 karena sakit.

Di Maumere, pria sederhana dan rendah hati itu membaktikan seluruh hidupnya untuk musik. Karyanya abadi. Dan sekali lagi, maestro itu Papache.

Share :

4.5 2 votes
Article Rating
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x