Teater sebagai Ruang Ingatan Kolektif atas Kekerasan dan Dendam yang Tak Selesai
Maumere, 21 Mei 2025 — Kelompok baca Bohemian Club menampilkan pementasan teater berjudul “Misa Requiem di Kebun”, yang digelar di Aula Rumah Jabatan Bupati Sikka, Rabu malam (21/5), pukul 18.30–20.30 WITA. Pertunjukan ini merupakan bagian dari rangkaian Festival Maumerelogia 2025.
“Misa Requiem di Kebun” merupakan alih wahana dari novel “Surat-Surat dari Dili” karya Maria Matildis Banda, penulis yang dikenal lewat karya-karya bertema sejarah lokal dan konflik kemanusiaan di wilayah timur Indonesia dan Timor Leste. Naskah ini diadaptasi dengan kerja kolektif Bohemian Club yang mengedepankan narasi dramatik, dialog, serta visualisasi panggung yang minimalis
Cerita berlatar di Timor Leste atau Bumi Lorosae, mengambil konteks sosial-politik saat negara tersebut masih dilanda konflik dan pengaruh militeristik. Tokoh sentralnya adalah Fransisco, seorang pemilik perkebunan besar yang dikenal dermawan dan dekat dengan gereja. Namun, kemurahan hatinya justru menimbulkan kecemburuan dari Manuel, tetangga yang juga berambisi memonopoli kekuasaan lokal. Dengan dukungan kelompok militer bersenjata PIDE, Manuel menjebak Fransisco melalui rekayasa keji yang membuatnya dituduh memperkosa dan membunuh seorang perempuan yang sekarat.
Fransisco pun dijebloskan ke penjara, dan secara tragis dibunuh saat mencoba melarikan diri. Dalam penjara, ia bertemu dengan menantunya sendiri, Arnaldo, yang bekerja sebagai kepala sipir. Arnaldo adalah suami dari Natalin, putri Fransisco, yang sebelumnya sempat ditolak oleh Manuel sebagai pasangan.
Setelah kematian Fransisco, konflik belum selesai. Arwah sang kakek diyakini masih berkeliaran oleh sang cucu, Nino, seorang anak indigo yang memiliki kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan roh. Arnaldo dan Natalin memutuskan menggelar misa requiem di perkebunan sebagai upaya pendamaian spiritual. Namun, saat itulah dua saudara laki-laki Natalin ditemukan tewas di tepi sungai. Kesaksian salah satu korban yang masih sempat berbicara sebelum meninggal membuka tabir baru: kejahatan masa lalu belum tuntas, dan Manuel masih menyimpan niat jahat.
Ketegangan terus meningkat ketika Nino mengungkap bahwa pelaku pembunuhan dua pamannya adalah orang-orang terdekat keluarga, termasuk Antonio dan Albino—bawahannya Manuel. Dalam klimaks berdarah, Manuel mengangkat senjata untuk membungkam bocah itu, namun justru tewas di tangan Natalin sendiri, yang melepaskan tembakan demi membela cucunya.
Pertunjukan disutradarai secara kolaboratif oleh tim Bohemian Club dengan menekankan peran narator sebagai jembatan cerita, serta tata cahaya dan musik yang mendukung atmosfer emosional, ditambah percakapan mistis dan kontemplatif. Karakter Nino menjadi elemen penting yang menggerakkan alur spiritual sekaligus simbol peringatan terhadap siklus kekerasan.
Penonton tak hanya disuguhkan cerita tentang dendam dan kejahatan, tetapi juga tentang bagaimana iman, pengampunan, dan pertanggungjawaban moral menjadi tema utama.
Sebagai adaptasi dari karya sastra, “Misa Requiem di Kebun” berusaha mempertahankan kekuatan naratif novel Maria Matildis Banda, serta tetap bisa menonjolkan percakapan yang membentuk dan menjaga struktur cerita dalam adegan.
Naskah ini adalah penggabungan unsur realisme sosial dengan mistisisme lokal. Tokoh anak indigo, Nino, bukan hanya berperan sebagai alat plot, tetapi juga simbol dari generasi baru yang mewarisi trauma masa lalu. Ketika orang dewasa gagal menyelesaikan konflik secara dewasa, anak-anaklah yang justru menjadi penjaga nilai dan kebenaran.
Selain itu, tokoh-tokoh seperti Manuel dan Arnaldo menggambarkan dua kutub moral yang saling bertentangan—yang satu menghalalkan segala cara demi kekuasaan, yang lain mencoba menebus dosa sejarah.
Pementasan ini secara halus menyuarakan pesan bahwa rekonsiliasi sejati membutuhkan keberanian untuk menghadapi kebenaran dan bersedia melepaskan ego serta kepentingan pribadi.
Di tengah konteks Timor Leste dan Nusa Tenggara Timur yang memiliki sejarah kekerasan politik dan militerisme, naskah ini menjadi sarana edukasi kolektif, sekaligus pengingat bahwa keadilan tidak cukup ditegakkan secara hukum, tetapi juga secara spiritual dan kultural.
Dengan membawa karya semacam ini ke panggung Festival Maumerelogia V, Bohemian Club tidak hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga mengaktifkan kembali ruang-ruang kultural untuk membaca ulang sejarah lokal secara kritis. “Misa Requiem di Kebun” bukan sekadar pementasan, tetapi sebuah ritual simbolik tentang luka, penebusan, dan harapan akan masa depan yang lebih damai.
penonton diajak untuk tidak hanya menyimak cerita, tetapi juga meneruskan pertanyaan: Siapa yang akan mengakhiri dendam-dendam lama jika tidak kita sendiri?